BERMULA DARI PENGKAFIRAN, AKHIRNYA PELEDAKAN


BAYAN HAI’AH KIBAR AL-ULAMA FI DZAMMI AL-GHULUWWI FI AT-TAKFIR [Penjelasan Lembaga Perkumpulan Ulama Besar Saudi Arabia Tentang Celaan Terhadap Sikap Ghuluw –ekstrim- Dalam Mengkafirkan Orang Lain]


Markaz Al-Imam Al-Albani Yordania
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Alhalabi Al-Atsari
Bagian Ketiga dari Empat Tulisan [3/4]


PENJELASAN HAI’AH KIBAR AL-ULAMA

Lembaga Perkumpulan Tokoh-Tokoh Ulama Saudi Arabia [1]
Sesungguhnya Majelis Hai’ah Kibar Al-Ulama, pada pertemuannya yang ke 49 di Thaif, yang dimulai tanggal 2/4/1419H [2] telah mengkaji apa yang kini berlangsung di banyak negeri-negeri Islam dan negeri-negeri lain, tentang takfir (penetapan hukum kafir terhadap seseorang) dan tafjir (peledakan) serta konsekwensi yang diakibatkannya, berupa penumpahan darah dan perusakan fasilitas-fasilitas umum.

Karena berbahayanya persoalan ini, begitu pula akibat yang ditimbulkannya, berupa melenyapkan nyawa orang-orang yang tidak bersalah, perusakan harta benda yang mestinya terpelihara, menimbulkan rasa takut bagi banyak orang dan menimbulkan keresahan bagi keamanan serta ketentraman orang banyak, maka majelis Hai’ah memandang perlu untuk menerbitkan penjelasan ini, guna menerangkan hukum sebenarnya dari persoalan tersebut. Sebagai nasihat bagi Allah, bagi hamba-hambaNya dan sebagai pelepas tanggung jawab di hadapan Allah, serta sebagai upaya menghilangkan kerancuan pemahaman di kalangan orang-orang yang kacau pemahamannya.

Maka dengan taufik Allah kami katakan.


KEDUA

Apa yang timbul dari keyakinan salah ini ?

Yaitu menghalalkan darah, perusakan kehormatan, perampasan harta milik orang-orang tertentu atau orang-orang umum, peledakan tempat-tempat hunian serta angkutan-angkutan umum dan perusakan bangunan-bangunan.

Kegiatan-kegiatan ini dan yang semisalnya adalah haram menurut syari’at berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum musilimin. Sebab di dalamnya terdapat perusakan terhadap kehormatan jiwa-jiwa manusia yang terpelihara, perusakan terhadap kehormatan harta benda, perusakan terhadap kehormatan keamanan dan ketentraman. (Perusakan terhadap) hak hidup orang banyak secara aman dan tenteram di rumah-rumah mereka, di tempat-tempat mata pencaharian mereka, di saat keberangkatan mereka pada pagi hari dan di saat kepulangan mereka pada sore hari. Juga perusakan terhadap kepentingan-kepentingan umum yang selalu dibutuhkan oleh orang banyak dalam kehidupan mereka.

Padahal Islam telah memeberikan pemeliharaan kepada kaum muslimin berkaitan dengan harta benda, kehormatan dan jiwa raga mereka. Islam mengharamkan perusakan terhadap semua ini dan sangat menekankan pengharamannya.

Bahkan di antara hal terakhir yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya ialah sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada haji wada’.

“Artinya : Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta benda kalian dan kehormatan-kehormatan kalian adalah haram atas kalian, seperti haram (mulia)nya hari kalian (hari haji wada’) ini, di bulan kalian ini dan di negeri (tanah haram) kalian ini”.

Akhirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup sabdanya.

“Artinya : Ketahuilah, adakah aku telah menyampaikan ? Ya Allah saksikanlah” [Muttafaq ‘alaih, dari Abi Bakrah]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.

“Artinya : Setiap muslim bagi muslim lainnya adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannnya” [Hadits Riwayat Muslim, dari Abu Hurairah]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula.

“Artinya : Takutkah kalian akan kezhaliman, sesungguhnya kezhaliman itu adalah kegelapan-kegelapan pada hari kiamat” [Hadits Riwayat Muslim, dari Jabir]

Sesungguhnya Allah telah memberikan ancaman sangat keras terhadap orang yang membunuh seseorang yang terpelihara jiwanya. Berkenan dengan jiwa seorang mukmin, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya iahal Jahannam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan adzab yang besar baginya” [An-Nisa : 93]

Kemudian berkenan dengan jiwa orang kafir yang berada dalam jaminan keamanan kaum muslimin, jika dibunuh secara tidak sengaja, Allah berfirman.

“Artinya : Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum kafir yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat (ganti rugi) yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh), serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memiliki hamba sahaya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [An-Nisaa : 92]

Apabila orang kafir yang memiliki jaminan keamanan dari kaum muslimin dibunuh secara tidak sengaja harus ada pembayaran diat (ganti rugi) dan memerdekakan hamba sahaya oleh si pembunuh, maka apalagi jika ia dibunuh secara sengaja. Jelas kejahatannya lebih berat dan dosanya lebih besar.

Dan sesunguhnyalah terdapat riwayat shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian (damai) maka ia tidak akan mencium baunya surga. [Muttafaq ‘alaih, dari Abdullah bin Amr]


[Disalin dari Majalah As-Sunnah edisi 12/Tahun VII/1424H hal. 45-50]
_________
Foote Note.
[1] Tentang penjelasan lembaga ini, saya (Syaikh Ali Hasan) telah memberikan catatan dan penjelasan pada sebuah risalah tersendiri yang saya beri judul ‘Kalimatun Sawa’ Fi An-Nushrati Wa Ats-Tsana’i ‘Ala Bayan Hai’ah Kibar Al-Ulama, Wa Fatwa Al-Lajnah Da’imah Lil Ifta’ Fi Naqdhi Ghuluwwi At-Tafkir Wa Dzammi Dhalalati Al-Irja’. Risalah ini sedang dicetak, Alhamdulillah. Di dalamnya digabungkan pula Fatwa Lajnah Da’imah tentang celaan terhadap firqah Murji’ah dan faham Murji’ah.
[2] Wafatnya guru kami, Syaikh Al-Imam Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah, ialah pada tanggal 27/1/1420H




Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1016&bagian=0

0 komentar:

Posting Komentar